Senin, 19 Maret 2012

KECAP NOMOR SATU

Pagi tadi sempat keluar kata dari salah seorang sahabat pas BBM yang jengkel dengan atasannya. Jengkel kenapa? Karena atasannya itu selalu merasa terbaik, namanya juga Kecap Nomor ! :D. Bah, itu yang udah aku share lewat twitter. Daripada nulis sekian kali dengan waktu mefet, mending aku copas yaaaa.....

Tidak ada kecap no 2. Dimana2 yg ada . Ini yg jadi bahan obrolan bersama teman ϑi BBM pagi ini.
Obrolan berawal saat seorg teman kesal gara2 atasannya selalu menganggap dirinya no 1 ala
Menurutku gpp sih kalau semua org menganggap dirinya . Cuma 1 hal yg perlu diperhatikan, kecapnya jamuran gak? Masih bagus gak?
Serius! Sebagus2nya kecap, sekalipun, kalau udah menjamur & tengik jadi nggak enak lagi.
Begitu juga manusia. Sebagus2nya manusia kalau bagus u/ dirinya sendiri, bukan u/ org lain jadinya tengik, berjamur.
Supaya tidak tengik & berjamur, tiru juga si ini. Selagi bagus, manfaatkan u/ menyedapkan makanan. Sering2 refill dg yg baru...
Jadi manusia jg gitu. Biasakan refill ilmu & hati dg yg bagus2 biar bermanfaat u/ banyak org.Kalau kelamaan disimpan malah tengik




-didicahya-

Jumat, 16 Maret 2012

Rejeki = Usaha + Kebajikan

Yups. Rejeki = Usaha + Kebajikan. Bukan aku yang bilang gitu, tapi Kiatno Soechinto, pemilik PT. Manggala Jaya. Kiatno sore itu (Rabu, 14 Maret 2012) datang untuk talkshow di Program Surabaya Preneurship Smart FM Surabaya. Jujur, pertama ngelihat dia pas nunggu siaran di sofa tamu, aku males. Bukannya apa-apa, biasanya sih kalau yang datang (maaf) koko-koko, ujung-ujungnya nggak ngomongin bisnis tapi lebih ke promosi produk dan kelebihan dia dalam berusaha. Pokoknya males deh.....

Masuklah kami ke sesi talkshow. Dan aku mulai bingung mengawal obrolan. Kenapa? Aku nggak ada bayangan sama sekali tentang apa yang menarik dari usahanya yang merupakan distributor sarung tangan dan masker plus produsen lilin. Semula aku kira yang dia jual sarung tangan dan masker untuk pengemudi motor. Ternyata bukan. Dia jualan masker dan sarung tangan untuk kebutuhan pabrik dan medis. Lhah, pasarnya kan nggak luas, gitu pikirku. Belum lagi dia punya pabrik lilin. Tambah sinting deh kayaknya orang ini! Di saat PLN sedang meningkatkan kualitas pelayanan dan banyaknya lampu darurat, kok dia malah bikin pabrik lilin?

Aku mulai tertarik dengan Koko Kiatno ini, apalagi waktu tahu bahwa dia sengaja resign dari kerjanya di bank asing demi memulai wirausaha. Alasannya, dia ingin punya waktu yang lebih leluasa untuk bersama keluarga dan teman-teman. OK. Alasan mulia -dan umum-. Tapi, ternyata Koko Kiatno juga pernah menyesali keputusannya itu! Apa pasal? Dari dia yang bekerja di bank asing dan memutuskan resign, bulan pertama berwirausaha omzetnya HANYA 75 RIBU RUPIAH! Bulan kedua cuma dapat 500 ribuan. Padahal dia dan partnernya udah patungan masing-masing 10 juta rupiah. Angka yang cukup besar untuk ukuran 2003! Tapi berkat keuletannya dan pantang berputus asa, dia akhirnya bisa survive dan perusahaan semakin besar.

Kegilaan yang lain adalah pabrik lilin. Hare gene masih bikin lilin? Dan pertanyaanku nggak salah. Kiatno sudah sempat putus asa dan hampir menjual 4 unit mesin produksi pabrik lilinnya yang dia mulai sejak 2009. Apalagi pas Dahlan Iskan pegang PLN dengan kebijakannya u/ meminimalkan pemadaman bergilir. Tambah meningkat kualitas pelayanan PLN berarti semakin jarang listrik padam dan semakin berkurang dong kebutuhan lilinnya...

Putus asa? Iya. Putus mikir? Enggak. Kiatno melakukan manuver pikiran dengan cara pikir gini ; Saat pelayanan PLN semakin baik, maka kebutuhan lilin akan meningkat. Mengapa? Karena kalau kualitas pelayanan PLN buruk berarti durasi pemadaman listrik semakin panjang dan orang-orang lebih membutuhkan genset. Sementara kalau listrik padamnya cuma sebentar, orang lebih membutuhkan lilin daripada genset. Masyuuuuuukkk....!!!!

Belum lagi dia menggenjot penjualan saat peak di akhir tahun. Mengapa di akhir tahun permintaan lilin meningkat? Karena itu adalah saat musim hujan datang dan listrik sering galau alias labil. Seringkali dia kewalahan memenuhi permintaan lilin di akhir tahun. Yang terjadi adalah pabriknya setiap hari memproduksi lilin untuk memenuhi kebutuhan di akhir tahun itu, sehingga dengan stock yang banyak dia bisa menangani semua pesanan lilin di akhir tahun. Saat dia putus asa, dia hampir menjual 4 unit mesin produksinya. Sekarang dia punya 8 unit mesin produksi lilin!!!

Apa itu saja yang bikin aku kagum sama Koko Kiatno? Nope! Meski keyakinan kami beda, kami sepakat bahwa REJEKI = USAHA + KEBAJIKAN. Jujur, ini yang jaraaaaaang banget diungkapkan sama narsum-narsumku di Surabaya Preneurship. Dia berusaha untuk selalu menebarkan kebajikan dengan bersedekah (memberi donasi) dan hebatnya, ini diikuti oleh karyawan-karyawannya! Ya... mereka 'hanya' karyawan, tapi mereka dermawan.

Kebajikan lainnya adalah bagaimana dia sangat menghargai partnernya dan tidak rakus. Di off air diceritakan bahwa partner yang dari awal patungan dan bersama-sama membesarkan perusahaan memutuskan untuk berhenti di saat mereka sebenarnya sedang berencana membuat pabrik baru. Yang terjadi adalah, Kiatno memberikan hak partnernya itu berupa dana ratusan juta yang semula akan digunakan sebagai investasi pabrik baru. Dari uang 10 juta, partnernya mendapatkan bagiannya sekian ratus juta. Padahal bagi sebagian orang, bisa saja dia nggak memberikan hak partnernya.

Selesai talkshow obrolan nggak segera berhenti. Sebagai entrepreneur baru, aku berusaha menyerap ilmu dari dia sambil berkonsultasi. Serius! Dan dia ternyata murah berbagi ilmu dan pengalaman, termasuk bagaimana memaintain karyawan hingga formula bagi hasil. Di akhir pembicaraan dia bilang bahwa sebenarnya dia pun belum menjadi siapa-siapa. Wow..... so humble....

Menyenangkan kalau ada orang yang berbaik hati rela berbagi banyak ilmu dan pengalamannya. Semoga ke depannya aku bisa dapat narsum dahsyat seperti ini lagi.....



-didicahya-

Rabu, 14 Maret 2012

Look Who's Talking....

Pernah terpikir nggak, seseorang itu mendengar omongan seseorang semata-mata bukan karena APA yang disampaikan melainkan SIAPA yang menyampaikan? Sebenarnya prinsip beginian gak sepenuhnya benar sih...tapi apa boleh buat, lebih banyak orang menyimak sesuatu karena siapa yang menyampaikan. Misalnya, saat kita menyampaikan sesuatu kepada sahabat, let's say memotivasi, dia cuma mendengarkan, tanpa action. Tapi coba kalau yang menyampaikan seorang trainer atau motivator.... whuuuzzzzz.... langsung berangkatlah dia....

Ini pula yang terjadi di tempat kerjaku beberapa waktu lalu. Sempat ada suasana nggak enak karena seorang teman bersungut-sungut saat aku menyampaikan suatu ide. Dengan jengkel dia menyampaikan bahwa dia sudah menyampaikan ide serupa ke atasan, tapi diabaikan. Waktu aku tanya apa alasan ide itu ditolak, dia semakin bersungut-sungut. Akupun berkata bahwa aku akan mencoba ngomong ke atasan, dia cuma mencibir dan meragukan bahwa kalau aku menyampaikan ide itu ke atasan bakal diterima, bahkan direalisasikan. Saat itu juga aku langsung BBM atasanku (BBM ya, bukan ngomong face to face) untuk menyampaikan ide itu dan langsung di-ACC...!!!

Ujung-ujungnya aku malah dipojokkan, katanya memang beliau hanya mau mendengarkan omonganku, bukan yang lainnya. Dalam hati aku tertawa.... wah, bakal kejadian lagi nih aku dituduh pakai pengasihan agar atasanku yang keras kepala itu mau tunduk sama aku. Serius! Beberapa waktu lalu aku sempat dituduh pakai pengasihan oleh beberapa pihak yang aku juga nggak tahu apa motivasinya kok mengeluarkan pernyataan itu. Hahahaha.... pada percaya kalau aku pakai pengasihan? That's all bullshit.... :D

Pasca kejadian di kantor itu aku jadi mikir, sebenarnya apa sih yang membuat omongan seseorang diperhatikan sementara yang lainnya diabaikan? Menurutku kok itu semua nggak lepas dari kompetensi dan kredibilitas ya? Semakin kompeten dan kredibel diri kita, semakin banyak orang yang memperhatikan diri kita. Berarti, kalau kepengin omongan kita didengarkan banyak orang, nggak bisa ditawar lagi, kita harus meningkatkan kompetensi dan kredibilitas kita. Kalau ternyata kompetensi dan kredibilitas kita belum mumpuni tapi kita sudah ramai berkoar-koar dan 'memaksa' orang lain untuk mendengarkan, apa bedanya kita dengan orang yang OMDO alias OMong DOang?

Gimana? Siap untuk didengarkan?

-didicahya-

Selasa, 13 Maret 2012

Alasan Salah Berwirausaha.....

Apa sih alasan banyak orang berwirausaha? Kebanyakan sih bilang :
  1. Ingin dapat uang lebih banyak
  2. Ingin membantu banyak orang
  3. Memang dari lingkungan pengusaha
  4. Ingin punya waktu yang bisa diatur sesuai kebutuhan
  5. Bosan jadi pegawai
  6. Bosan disuruh-suruh atasan
Wait a minute.... kalau point ke 5 sih masih bisa diterima, bahkan sudah dijadikan judul program televisi. Tapi bagaimana dg point ke 6 ? BOSAN DISURUH-SURUH ATASAN. Jangan salah, ada beneran lho BEBERAPA orang yang aku tanya motivasi mengapa mereka belajar berwirausaha saat status mereka masih menjadi karyawan jawabnya gitu. Dan entah mengapa, beberapa orang yang jawab gitu kebanyakan memang bermasalah di pekerjaannya. Entah yang kinerjanya buruk, ataupun kepribadiannya yang memang kurang bagus.
Prens... apapun alasan kalian berwirausaha adalah bagus, asal berwirausaha jangan dijadikan alasan untuk lari dari tanggung jawab sebagai karyawan. Tahukah kalian, saat kalian memutuskan mencari sesuap nasi dari berwirausaha, kalian sudah mendapatkan atasan yang jauuuuhhh lebih kejam dari atasan kalian sekarang, yaitu PELANGGAN. Serius!
Saat atasan kalian dengan kejamnya memarahi kalian, dia tidak serta merta memecat dan kalian pun masih digaji berikut kesalahan-kesalahan kalian yang berenteng. Tapi saat kalian berhadapan dengan atasan kalian yang baru, yaitu pelanggan, dia tidak hanya berhak untuk marah saat pelayanan kita nggak bagus, tapi juga meninggalkan kita berikut menyebarkan keburukan kita ke banyak orang. Trus siapa yang akan ngegaji kita? Siapa yang mau kasih makan kita?
Seorang karyawan yang tidak dapat menjaga harmoni dengan atasan, rekan kerja, bahkan perusahaan, adalah seorang yang tidak memiliki rasa tanggung jawab dan ikut memiliki. Orang yang seperti ini tidak bermental wirausaha dan saat dia menjalankan usaha akan sulit bersinergi dengan pihak-pihak yang seharusnya bisa membuat dia menjadi besar dengan bisnisnya.
Prens, sekali lagi... berwirausaha bukanlah suatu pelarian hanya karena tidak cocok dengan atasan atau sulit bekerjasama dengan orang lain. Berwirausahalah karena alasan yang tepat dan mulia. Sebarkan kemakmuran bagi banyak orang, bahagiakan banyak orang, dan muliakan diri sendiri, keluarga, dan banyak orang.
So... carilah alasan yang tepat untuk berwirausaha. Mugi barokah.....
-didicahya-