Selasa, 25 Desember 2007

Jalan Panjang Menuju Cita2....lagi....(part two)

OK, lanjut lagi ya cerita tentang jalan panjang menuju cita2ku u/ terjun di dunia broadcasting….

Terakhir kan ceritanya Mas Mantan keterima jadi penyiar dan jadi kondang markondang. Sementara aku lain cerita. Sempat frustasi karena nggak jadi penyiar, ditambah lagi pacaran pasang surut sama MrQ1 yang akhirnya bubar juga, bikin aku ‘lupa’ dengan cita2 jadi penyiar. Nggak cuma cita2 itu yang terlupakan. Aku udah males banget kuliah dan pasrah total kalau akhirnya harus DO. Sampai akhirnya di satu titik, Nyokap cuman bilang gini, “Kamu nggak pengin lulus? Penyiar paling enggak harus S1 lho. Tuh kemarin di lowongan SCTV ada kualifikasinya.”

Ucapan Nyokap bebarengan sama turunnya SP yang ngeDeadLine aku dan teman2 seangkatan yang belum lulus juga. Akhirnya, dengan tertatih2 aku lulus, meski sebel gara2 skripsi yang nyanthol 4 tahun habis dibabat cuma dalam waktu 15 menit!!! Bodo amat ah, pokoknya lulus plus IP 3 koma!

Pas ijasah udah nyampe di tangan, lowongan di bidang broadcasting yang pertama adalah TransTV yang bakal buka. Mereka roadshow dan aku ngejar sampai ke Unika Atmajaya Yogya. Nggak masuk saringan. Abis itu aku masih ragu2 untuk pulang ke Surabaya. Kepinginnya sih tinggal di Magelang bareng BuDhe dan ngelamar2 di radio sana. Tapi Nyokap meminta dengan sangat aku untuk pulang dengan perjanjian aku nggak tinggal serumah sama Bokap, tapi di rumah kita yang ada di Rungkut. OK, deal. (Ditambah lagi sebenarnya waktu itu ada rencana mo nikah, tapi gak jadi dan nggak penting dibahas diblog ini kalleee….)

Nggak mau anaknya jadi pengangguran, Nyokap sempat memuluskan langkahku u/ ngajar di Unesa. Sambil ngajar, aku terus mengasah kemampuan jurnalistikku dengan jadi wartawan di salah satu majalah nggak penting di Surabaya. Hasrat untuk terjun ke dunia siaran akhirnya muncul lagi. Pertama kirim2 lamaran ke radio2 yang saat itu baru buka, yaitu Kosmonita ama HardRock. Di dua radio itu aku nggak dipanggil. Blass. Wajar lah, soalnya mereka memang mencari penyiar yang sudah berpengalaman, sedangakn pengalamanku adalah nol besar. Sempat juga dipanggil MixFM yang waktu itu ngantor di RRI. Nggak keterima. Tapi dari panggilan itu aku agak berbesar hati karena seseorang yang belum berpengalaman pun masih ada kesempatan untuk dipanggil tes penyiar.

Masih sambil ngajar, aku keterima di Jawa Pos. Bisa dibilang Jawa Pos inilah yang membuka jalan hingga akhirnya aku bisa masuk ke dunia radio. Kok bisa? Di institusi ini aku ketemu sama Sari yang sudah pernah siaran pas masih di JaTeng dulu. Bareng dia, aku masuk2in lamaran ke radio2 lain, salah satunya JJFM. Aku juga dapat informasi dari Sari bahwa Radio Salvatore lagi butuh penyiar. Langsung aja aku ngelamar juga di Salvatore. Akhirnya Sari diterima di JJFM. Aku? Ngelus2 dada, soalnya nggak keterima lagi.
Beban kerja yang amat sangat berat sekali deh di JP bikin fisikku remuk. Akhirnya aku resign setelah mengajukan pengunduran diri sekuat tenaga, alias permintaan resignku ditolak terus. Pas akhirnya aku benar2 bisa lepas dari JP, aku menghabiskan waktu untuk tidur, tidur, dan tidur. Nggak tanggung2, tidurnya di Magelang yang adem itu! I love this town!

Meski aku masih ngajar di Unesa, rasanya aku masih ‘pengangguran’. Sampai akhirnya kau dipanggil FEMINA untuk tes di Jakarta. Yipppiiieeeeeeeee… Jakartaaaa….I’m comiiiiing…… Tiket sudah di tangan, tinggal berangkat daaannn…. Jakarta banjir!!!!!! Bokap kayaknya nggak ridho banget aku berangkat ke Jakarta, dan jadilah aku melewatkan tes itu begitu saja dengan penuh amarah!!! Hubungan dengan Bokap sempat dingin lagi. Sebel!!!

Nggak lama setelah kegagalanku berangkat ke Jakarta, ternyata aku malah dipanggil Salvatore. Bareng Sari aku muter2 nyari tuh radio dan nggak nemu2! Gimana mau nemu, wong kita nggak tahu daerah Darmo Permai dan kita nyarinya pas malam pula! Ditambah lagi nggak ada neon sign di depan kantor Salvatore, jadilah aku sama Sari pulang dengan tangan hampa. Akhirnya aku nelpon Salvatore untuk nanya, “Ke Salvatore dari Joyoboyo naik lyn apa ya, Mbak?” Hwakakakakakak….penting gak seeeehhh….. =))

Terus terang, aku paling senang sama bagian ini. Aku selalu semangat nyeritain gimana aku ikutan tes di Salvatore. Seru! Gimana nggak seru, wong datangnya aja TELAT! Udah telat gitu aku nggak ngerti mau ngapain. ‘Kompetitor’ lain nggak ada yang mau kasih clue. Tapi ternyata di antara sekian banyak yang ngeliat sengak ke aku masih ada juga yang baikan ngasih bocoran soal test. Thank’s ya Om Iwan… Nah, soal tes udah tahu. Yang jadi masalah berikutnya adalaaaahh…..AKU GAK BAWA BOLPEN!!! Aaaaaarrghhhh….sebenarnya aku niat ikut tes apa enggak seeeehh??? Konyolnya, aku kan harus pinjam bolpen ke peserta tes lain. Selama mereka dipanggil untuk interview, bolpennya aku pinjam. Kalo mereka udah kelar interview…otomatis aku harus cari pinjaman bolpen lagi. Jah…..

Keseruan belum berakhir lhoooo…. Belum tahu kan kalau ternyata panggilan tes vokal berdasarkan abjad. Berhubung aku datang terlambat, mau nggak mau aku harus maju pas dipanggil tes vokal, padahal tes sebelumnya belum kelar. Jadilah aku dapat tugas membaca script yang belum selesai itu (gimana mo kelar, waktunya habis u/ pinjam bolpen!). Belepetan lah awak! Belum lagi yang ngetes tampangnya ngebetein jaya (meski akhirnya kita temenan ya Bung Roy…:p).

Jangan salaaaahh….keseruannya masih ada lagi. Abis tes vocal kan aku harus nunggu waktu interview. Berhubung yang lain udah ketemuan lebih awal dan saling kenal, ngobrollah mereka. Aku? Males!!! Mending baca majalah. Sombong? Biarin!!! Akhirnya giliranku diinterview datang juga. Aku masuk ruangan interview seperti biasanya orang mau dibantai. Di dalam ada 4 orang yang tampang2nya siap ‘melahap’ aku. Salah satu pewawancara yang satu2nya perempuan –yang akhirnya aku tahu kalau di adalah Kepala Studio- nanya ke Mas yang tadi ngerekam suaraku sambil pasang muka betenya. “Gimana suaranya, Roy? Bagus?” Mas ngebetein tadi akhirnya ngejawab nggak jelas dan itu bikin aku bete banget! Akhirnya aku ngejelasin kalau kualitas pembacaan narasiku tadi nggak terlalu bagus karena aku nggak terlalu siap.

Nah, bete pangkat 5 ku muncul pas salah satu pewawancara (yang akhirnya aku tahu kalau dia itu dari PSDM) nanya. “Emang kamu perlu waktu berapa lama untuk siap2 baca script?” Aku jawab, “Sekitar 3 menit.” Lha kok dia nanya lagi, “Kalau naskahnya segini, waktu 3 menit cukup nggak?” sambil ngangkat kertas sebanyak 3 lembar. What a stupid question!!! Langsung nyolot lah aku, “Masalahnya bukan mungkin atau tidak saya menyiapkan diri baca naskah dalam waktu 3 menit, tapi ada nggak naskah 1 berita yang panjangnya sampai 3 lembar?” Hehehehehe….Mbak Kepala Studio langsung nunduk nahan ketawa ngelihat aku nyolot gitu.

Akhirnya pas sesi wawancara selesai, aku pamit dengan ½ nggak niat gitu. Saking betenya, pintu aku tutup agak keras dan ternyata suara kenceng banget. Niatnya sih nggak ngebanting pintu, tapi orang tahunya aku banting pintu. Yah…nggak keterima deh! Aku akhrnya meninggalkan ruang pembantaian itu sambil diliatin orang2, ya dengan pandangan sepet2 gimanaaa….gitu :D. Gimana nggak sepet, aku datang belakangan tapi pulang duluan!

Pas lagi pasrah gitu, aku balik lagi ke Rungkut yang ada di ujung Surabaya satunya lagi. Eeehh…ternyata aku lolos seleksi berikutnya di Salvatore yaitu psikotest. Hekekekekekek…. 1 step ahead.
Pas psikotest datangnya telat lagi! Duh… salahnya sendiri, psikotest kok pagi, di tempat yang aku nggak kenal pula! *ngeles mode on* Dan setelah melewati tahapan psikotest….aku LOLOS….bareng ama Iwan plus Ninis. Akhirnya saudara2…. Setelah 7 tahun berjuang, sejak surat lamaran pertama tahun 1995, aku keterima jadi penyiar tahun 2002. Tujuh tahun jeeekkk…..!!!!!

Masuk Salvatore Maret, mulai on air Juni 2002. Finally….aku jadi penyiar…
Sayangnya kebahagiaan itu nggak bisa lama2 kunikmati, soalnya Nyokap meninggal pas Desember 2002. Yah…paling tidak Nyokap udah ngelihat kalau aku akhirnya berhasil mewujudkan cita2ku…hiks.

Salvatore, yang akhirnya berganti nama menjadi Sonora Surabaya adalah sekolahku. Di sini aku ditempa untuk jadi reporter (untung sebelumnya aku udah gawe di JP), operator (thx atas pelajaran mixingnya, Don), dan of course…penyiar… (thx 2 u all at Sonora). Ilmu dasar kepenyiaran aku dapatkan di Sonora. My big…big…BIG…THANK’S to Sonora….

Tapi apakah Sonora menjadi muaraku? Harapanku sih begitu, tapi ternyata impian tak seindah kenyataan. Santai ajaaa…. Cerita bakal berlanjut kok….

2 komentar:

Ragil Duta mengatakan...

hadoh!ketemu disini lagee :D Kamu siaran iya, blogging iya juga. Kayaknya memang punya hobi "menyiarkan" diri ya? hehehe

DiaryPenyiarDodol mengatakan...

Yah....beginilah saya...
Saya kan 'pelacur' dengan modal bibir... :D
Gw kalo siaran doang nggak pake nulis ga' bisa orgasme, Sob!!!!