Selasa, 01 Mei 2012

INI RADIOKU. (Bagaimana) RADIOMU ?

Aku adalah salah satu anggota milis praktisiradio. Aku ingat waktu pertama kali Bang Harley bikin milis ini dan memaksa aku (memaksa, bukan 'memaksa') untuk jadi anggotanya. Jadilah aku punya nomor punggung FDR 030. Termasuk anggota awal, mengingat saat ini anggota milis sudah tembus 500.

Waktu awal-awal berdiskusi di milis ini, aku langsung berantem sama Agung Pindang. Menurutku orang ini nggapleki banget! Sampai akhirnya kami ketemuan di summit pertama di Jogja, lanjut ngobrol di summit ke 2, dan akhirnya jadi teman diskusi yang gayeng saat aku bertugas di Semarang. 

Selain mengikuti milis praktisiradio, meski nggak terlalu intens, aku juga ngikutin twit2 anak2 radio plus ngobrol2 langsung. Kesimpulan sementaraku dari pengembaraan di milis, twitter, bahkan obrolan adalah : Nggak pas kalau kamu mengklaim radiomu beserta sistemnya sebagai yang terbaik! (puih, pakai tanda seru :D).

Kenapa gitu? Masing2 radio dengan segala sistem dan kebijakaannya pasti dibuat atas kepentingan si radio itu sendiri. Saat satu sistem, style, kebijakan program dan marketing sudah dicanangkan oleh satu radio, pasti si pengambil keputusan sudah tahu akan dibawa kemana radio ybs. Contoh, ada radio yang konsisten menjadi hits maker, ada juga radio yang hanya memutarkan lagu2 yang hits berulang2. Ada radio dewasa yang memutuskan untuk menjadikan informasi sebagai konten utamanya, ada juga radio yang hanya memutarkan lagu2 dan info2 ringan. Ada radio yang mematok rate iklan dengan harga istimewa -mahalnya-, ada juga radio yang sudah merasa cukup dengan subsidi owner dan rate iklan ala kadarnya asalkan para karyawan bisa makan. Every station has their own policy.

Mungkin kita gerah dan marah dengan radio yang menjatuhkan harga iklan dengan pasang rate rendah, tapi tanpa radio beginian apa indikator bahwa posisi radio kita lebih tinggi? Jika ada radio yang hanya memutarkan lagu2 yang sudah hits, apakah 'kasta' radio2 seperti ini lebih rendah dr radio2 hits maker? Toh billing iklan sama2 tinggi. Apakah radio dewasa yang hanya memutar lagu, iklan, dan info ringan bisa dinilai tidak bermutu jika dibandingkan dengan radio2 yang menyiarkan informasi aktual terbaru?

So... suka tidak suka, hargailah policy radio lain tanpa kita harus menjelekkan, mencemooh, maupun mencibir ke radio2 yang dianggap lebih rendah 'kasta'nya. Jadi ingat obrolan dengan Mas Errol Jonathan dua tahun lalu di Semarang, "Bisa dibayangkan jika Suara Surabaya menurunkan rate iklannya, otomatis harga iklan di radio2 Surabaya juga akan jatuh." Nah... berarti antar radio itu seharusnya bisa seperti Yin-Yang toh? Saling support tanpa harus menjatuhan satu sama lain. Bisa kan? Ini radioku. (Bagaimana) Radiomu?


-didi-

Tidak ada komentar: