Rabu, 02 Mei 2012

MINYAK dan AIR di Radio

Ngomongin radio itu gak bakalan ada habisnya. Dari pahit2nya sampai manis2nya. Salah satu 'kepahitan' di dunia radio adalah 'perseteruan' antara divisi sales dan program. Semuanya aku beri tanda kutip ya...karena sebenernya sih nggak gitu2 amat, tapi memang perseteruan itu ada, meski terkadang samar.

Yang kerja di radio pasti ngerti lah, gimana seringkali 2 divisi ini seperti minyak dan air, tapi sebenarnya sama2 dibutuhkan.  Kenapa aku bilang seperti minyak dan air? Karena dua2nya penting tapi untuk menyatukan visi, misi, dan kinerja keduanya nggak gampang. Sering terjadi divisi program nuding sales nggak bisa jualan. Sales balas nuding kalau program yang dibuat itu jelek, jadi nggak bisa dijual. Belum lagi kalau sales bilang bahwa tanpa mereka maka radio itu mati karena nggak ada pemasukan, sementara program bilang sales juga nggak bisa makan kalau nggak ada program yang dijual. Belum lagi friksi2 yang sebenarnya printhilan kecil2 nggak penting yang seringkali berujung baratayudha antara sales dan program. Nah, dari gambaran itu saja sih sebenarnya sudah terlihat bahwa sebenarnya sales dan program itu SAMA-SAMA PENTING dan SAMA-SAMA MEMBUTUHKAN, tapi sama2 meninggikan ego dengan merasa lebih penting dari divisi yang lain.

Teorinya sih seharusnya mereka memang nggak perlu berantem, tapi prakteknya? Barusan aku ngalamin sendiri. Barusan ini maksudnya adalah hari ini, baru aja aku alami, betapa diskriminatifnya perusahaan menghargai divisi program. Bayangin aja, gaji untuk AE sekitar 2 jutaan, sementara penyiar part time mendapatkan honor/jam HANYA 7 ribu rupiah. Sempat tadi hitung-hitungan, sebulan paling mentok si penyiar part time dapat nggak sampai sejuta, sekitar 600 ribuan. 

Njiiirrr.... rada-rada gimana deh kalau aku disuruh ngoceh per jamnya cuma dibayar segitu, sementara AEnya dapat 2 jutaan. Akhirnya aku mikir, bener juga sih apa yang diributkan teman2 di milis praktisiradio, terutama ama si @BonnyPrasetia . Di radio penggajian itu nggak ada standarnya, apalagi jika keuangan radio itu hanya bergantung pada pemasukan iklan. Di situlah divisi sales berasa jadi dewa, dan karena radio itu sangat butuh uang, nggak heran kalau akhirnya banting2an harga iklan terjadi. Iklan yang masuk banyak, tapi duitnya sedikit. Si penyiar pun pasrah dapat honor cuma segitu. Kalau udah gini pasrahlah divisi program. Terserah deh, pokoknya masih bisa pulang bawa uang....

Kalau hal ini terjadi (dan memang sudah terjadi) muncul pertanyaan. Whoi.... manajemen radiomu gimana sih? Kamu cuma menghambur-hamburkan space (berupa frekuensi) yang kamu punya dalam bentuk jualan gak jelas juntrungannya. Pihak manajemen pun berteriak, "Whoiii.... kami cuma nurutin kehendak owner." Dan ownerpun dengan anteng berkata, "Trus maumu apa? Nggak nurutin aku yang nggaji kamu? Ya sana toh cari radio lain."

Wah, kalau kejadiannya kayak gini sih aku mending mecat perusahaan ini. Mengapa? Karena perusahaan ini nggak berhasil membuat divisi sales dan program menjadi sinergi yang luar biasa. Cobalah minyak dan air ini disatukan dalam belanga, ditambah bumbu, masukkan daging, tambahkan sayur, jadilah dia masakan yang lezat. Radio juga gitu. Kawinkan divisi sales dan program. Serasikan. Samakan irama langkahnya. Maka mereka akan menjadi kekuatan yang luar biasa. Selama pihak manajemen masih menganaktirikan salah satu divisi, radio itu nggak bakalan maju, sampai kapanpun. 

So.... masih ngerasa divisimu di radio paling penting? Basi....!!! 

-didi-

Tidak ada komentar: