Rabu, 27 Juni 2012

LAKUKAN DENGAN CINTA...

Saat pertama aku berjumpa perempuan ini, aku nggak terlalu perhatian. Memang, salah satu sifat burukku adalah sering under estimate sama orang lain. Sampai akhirnya perempuan ini dipanggil sebagai narasumber untuk acara wirausaha Surabaya Preneurship. Lagi-lagi -waktu itu- aku mikir, "Batik lagi...batik lagi..."

Sampai akhirnya aku bertemu lagi dengan perempuan ini 10 menit sebelum on air. Suaranya pelan, meski dari gerak-geriknya dia cukup energik. Tiba-tiba dia ngomong, "Saya nggak suka disebut pengusaha. Saya guru." Hlaaaahh... salah undang orang dong radio gue. Trus dia melanjutkan, "Kalau saya akhirnya empat kali ke Jepang dan beberapa kali keluar negeri, itu bukan semata-mata karena saya pengusaha." Telingaku mulai tegak mendengar kan and the story goes....

Namanya A. Anita Kusumawati, ST. Dia lulusan Teknik Industri. Aku nggak tanya berapa usianya dan dia lulusan mana. Yang jelas, dia salah satu entrepreneur yang sudut pandangnya berbeda dari banyak entrepreneur yang pernah aku undang. Jika kebanyakan narsumku berapi2 menyatakan mereka menjadi pengusaha karena tidak mau menjadi karyawan dan ingin bermanfaat bagi orang lain, Anita malah menjadi entrepreneur karena hobi yang dilakukannya dengan penuh cinta. 

Dia mengawali bisnisnya dengan belajar membatik dan menyoba membatik di atas kayu pada 1997, jauh saat batik belum booming seperti sekarang. Lalu dia belajar bahasa Jepang selama setahun dan mulai bekerja sama dengan hotel-hotel untuk menjadi pengajar batik di situ, sampai akhirnya dia bertemu dengan pecinta-pecinta batik dari luar negeri, terutama Jepang. Pengalamannya yang tak terlupakan adalah saat dia diundang ke Jepang oleh seorang nenek berusia 76 tahun yang menyukai karyanya. Ternyata, si nenek itu adalah pengrajin kimono yang sangat disegani di Saga. 

Dia juga bercerita bagaimana saat dia bertekad untuk umrah pada 2006 dan ternyata uangnya tak bersisa, bahkan untuk produksi sekalipun. Tiba-tiba penggemar karyanya dari luar negeri datang ke showroomnya dan memborong semua barang yang ada sehingga cash flow dia kembali sehat dan dia bisa berangkat umrah dengan tenang.

Saat ditanya oleh pendengar tentang bagaimana dia dapat bertahan dalam bisnis batik di tengah gempuran pengusaha-pengusaha batik dadakan, dia dengan tenang berkata bahwa dia melakukan hobinya ini dengan penuh cinta dan tulus, sehingga dalam berkarya pun dia tidak terganggu dengan energi-energi negatif yang dapat mempengaruhinya. Bahkan dengan polos dia bilang, "Saya itu orangnya pelupa, Mbak. Jadi sering saya habis marah sama orang, terus ketemu lagi dengan orang itu, saya sudah lupa kalau pernah sakit hati sama dia." Enak banget ya hidup dia :D

Sekarang karya dia sudah melanglang buana, dan memang mayoritas masih di Jepang, Taiwan, dan Thailand. Itu pun Mbak Anita sudah kewalahan melayani pesanan. Kalau pengen ketemu dia, samperin aja di Novotel atau Mercure Surabaya. Belajar batik ke dia murah kok, cuma 35 ribu. Seru kan....

Makanya.... kalau masih ada yang bingung mau berbisnis apa, coba renungkan lebih dalam lagi apa kegiatan yang sangat kalian cintai. Siapa tau kalau ditekuni bisa mendatangkan hasil seperti yang dilakukan Mbak Anita :)


-@DidiCahya-

Senin, 25 Juni 2012

Yes, I'm Strong....

Postingan note di FB, 15 Agustus 2011

Berulang kali aku kalau ketemu orang yg blm terlalu kenal aku dibilang strong, energic, seperti nggak punya masalah, etc. Hmmm... Alhamdulillah kalau dibilang gitu, meski kenyataannya jauuuuuh banget. Kadang2 aku ngerasa bahwa kalau perempuan lain yg ngalamin kesulitan2ku udah pada gila kali yak... Tapi saat aku melihat perempuan2 lain yg ada ϑi sekitarku...wow...gila lho! Justru banyak dari mereka yg lebih kuat dr aku dg permasalahan2 yg lebih rumit.
Jujur, pasca 1st wedding anniversary ini aku merasa bahwa setahun ini merupakan tahun yg berat banget. Apalagi ini tahun ke 2 aku gak terima THR alias pengangguran... Wuuiiiihhh... Pusing! Tapi aku tetap tidak boleh menganggap resign-ku dulu dan barusan adalah sebuah pengorbanan, krn berarti ada unsur 'itung2an' dlm pernikahanku. Dan yg terjadi adalah...aku pontang-panting kerja serabutan sbg penyiar paruh waktu -lagi, dari nol :D-, juga terima pesanan makanan yg bikin aku tambah item gara2 mesti antar maksi ke kantor2 plus naik motornya skrg tambah canggih krn sering jaga keseimbangan kanankiridepanbelakang kaya beruang sirkus.
Kadang2 aku mikir, "Gendeeeeng... Terakhir kamu GM radio lho! Apa kata bapakmu kalau liat kamu kayak gini?" (Bokap lg ϑi Magelang, jadi nggak tau kalau aku dah resign). Tapi yo meh piye maneh? Aku yg ngejalanin semuanya. Aku yg tahu mana batas aku sanggup atau nggak. Walaupun belakangan aku sering merasa nggak sanggup & lemah banget, aku tetap jalanin apa yg menurutku memang bisa aku jalanin.
Sering aku ngerasa kangen ama dunia radio dan pengen balik total lagi. Selain karena butuh duitnya (UUD :p), aku ngerasa kalau otakku memang gak bisa berhenti mikirin radio. Tapi kalau ingat bhw ϑi dunia radio klo mau masuk manajemen intrik politiknya juga kuat, mending jadi part timer aja deh :D. Dan dengan kehidupanku yg sekarang, aku jadi lebih 'ngeh' kalau memang hidup itu memang harus disyukuri. Sudah jelas ϑi depan mata, PARA PENGELUH TIDAK MENDAPATKAN APA-APA DALAM HIDUPNYA!
Dalam kesulitanku, aku memilih diam, memutar otak utk mencari solusi, bukan argumentasi. Contoh paling dekat aja ϑi pameran yg baru aku ikuti. Bayangkan, hingga jelang hari H aku nggak punya uang sepeserpun u/ bayar stand. Giliran udah ada uang u/ bayar stand, gak ada duit u/ beli bahan. Salah satu partner sharing stand mundur, lumayan bikin cash flow buyar. Suamiku udah nyuruh aku mundur dan dengan garangnya aku bilang, "Aku kalau sudah memutuskan sesuatu nggak ada kata u/ mundur. Aku tetap harus ikut pameran, bagaimanapun caranya!" Dan setelah aku ngomong gitu jadi tambah mumet jaya...!!! Toh kenyataannya aku masih bisa ikut pameran, meski nggak meraup untung karena ϑi hari pertama sepi pembeli. Tapi toh pamerannya lancar, pudingku ϑi hari ke 2 laris manis, sisa cuma 1 dan aku makan sendiri (eh, siang aku juga makan macaroni schottel ding, pengen :p). Dan dalam perjalanan pulang aku cuma mikir, gila...ini semua aku pikirkan sendiri, aku lakukan sendiri. Kalaupun ada yg membantu itu juga kubayar, dan yg satu lagi emang kakakku yg udah aku libatkan ϑi pameran pertama. Tapi pada intinya semua aku pikirkan dan aku lakukan sendiri.
Sinting juga sih kalau flashback ingat2 pameran kemarin. Orang2 pada nanya apa aku bikin puding2ku sendiri. Ya eya lah... Sampai bela2in gak tidur! Dan itu semua sangat aku syukuri. The Power of Kepepet. Kepepet membuatku ngepet...eh...kepepet membuat otakku nggak bisa berhenti berpikir, kira2 abis ini jual apa lagi ya? Kira2 dijual ke siapa ya? Ada yg mau jadi investor apa nggak ya? Etc, dll, dst. Dari semua kesulitan itu akhirnya aku menyadari bahwa Tuhan memang punya rencana yg mungkin tidak sesuai dg rencanaku, tp ujung2nya pasti baik buat aku. Seperti obrolanku dg Ustdz Mansyur dr Masjid Rahmat Surabaya, seseorang sering diuji karena dia punya cita2. Coba lihat orang2 yg tidak pernah diuji, mereka lah orang2 yang tidak punya cita2 & keinginan lebih tinggi, jadi mereka cuma 'nrimo' tanpa mau berusaha lebih. Bener juga. Makanya aku paling males ada 'taxi talk' yg isinya cuma dengar curhatan sopir taxi ttg kerasnya hidup. Bukannya aku nggak berempati dg kesulitan hidup mereka, tapi coba berhitung deh...berapa kali dia angkut penumpang, berapa kali dia curhat, berapa kali curhatannya diaminin. Helloooowww...kapan majunya kalau setiap curhat diaminin mulu!
Tapi sebagaimanapun orang bilang kalau aku kuat, doaku masih tetap, "Ya Allah...jangan jadikan kemampuanku ini amunisi kesombonganku. Selalu ingatkan aku kalau sudah mulai meremehkan orang lain, karena itu adalah sumber kekufuranku..."


-@DidiCahya-

ATASAN SEPERTI APAKAH ANDA?

Aku ambilkan dari kultwitku di Senin pagi ini tentang #atasan ya... :)

Udah lama gak kultwit. Berhubung ini Senin, ngetwit ttg aja kali ya. In positive ways tentunja... :)

1. Sering bgt nemuin karyawan yg ngeluhin .Kalo ngeluhin attitude mungkin emang si atasan perlu dikeluhin. Tp klo ngeluhin kebijakan?
2. Saat ada kebijakan baru yg dianggap merugikan, seringkali yg dihujat, tanpa mau cari penyebab kebijakan baru tsb.
3. Kalau ada kejadian gitu biasanya aku nyengir sambil ngomong, "Elu sih...blm pernah jadi ." :D
4. Dan temen gw pernah ada yg jawab, "Makanya, aku gak mau jadi ." That's OK, Dude. It's ur choice
5. Nah, mari kita ngomongin dr sudut pandang orang yg pernah jadi atasan :D *bukan congkak, hanya menjelaskan*
6. Para bawahan sadar gak kalau kalian masih punya atasan lagi? Ibarat sandwich, atasan itu bagian isinya...
7...baru bisa enak dimakan kalau roti di atas ama dibawahnya ditekan. Sadar nggak, kalau -level menengah- itu posisinya gak enak
8. Sama bawahan disundul, sama nya lagi digencet. Cemet lah si atasan level menengah ini.
9. Lebih parah lagi kalau dia musti NERUSIN kebijakan yg lebih tinggi, yg oleh BAWAHAN langsung dianggap sbg kebijakannya sendiri...
10. yg baik, PASTI akan memikirkan matang2 saat kebijakan akan diketok palu. Dia pasti terlebih dulu mikir dampak u/ bawahannya
11. Itu mengapa spt ini sering berbenturan dg atasannya lagi, meski akhirnya harus MENURUT pd perintah yg lebih tinggi
12. Ini yg seringkali tdk dipahami bawahan. Akhirnya dimusuhi, dicaci maki, diomongin di belakang dg mulut nyinyir *pernah ngalamin*
13. Tapi yg baik pasti bisa mengatasi tantangan seperti ini. Kalau dia malah mundur ya berarti kalah sama yg nyinyir2 dong.
14. yg baik adl yg bisa mendidik anak buah, gak main pecat atau putus kontrak. Kalau setiap ada masalah dg karyawan dia main pecat..
15...berarti dia tipe yg tdk mau mengotori tangannya u/ transfer ilmu ke anak buah yg berbuat kesalahan. SWOT-nya gak jalan
16. yg suka main cut gini biasanya selalu sibuk cari SDM, bukan sibuk membimbing SDM sampai matang. Seumur hidupnya habis u/ rekrut
17. Yg ada malah tingkat keluar-masuknya karyawan tinggi krn mrk merasa tdk pernah dibimbing tp dipecut terus. Kalau salah dipecat
18. Kalau terlanjur kerja di tempat yg nya gak bikin pinter gitu jangan trus rasan2 di belakang.Buktikan kalau kamu gak kalah pinter
19. Kalau gak bisa ngebuktikan ya pecat kamu dg cara resign & cari tempat yg jauh lbh bagus & bisa membuat dirimu berkembang
20. Kalau resign trus down grade ya buat apa? Malah malu diketawain mantan  
21. Kalau mau jd karyawan yg pinter trus bs nyalip posisi kamu, cari atasan yg -> a. Tegas, bingung kan kalau punya atasan plin-plan
22. b. Gak pelit ilmu. gini biasanya cepat naik & narik kamu u/ ikut naik bersamanya, c. Terbuka. Setiap kebijakan diomongin bareng
23. d. Siap memback-up anak buah kalau mrk kena masalah dg pihak eksternal, meski di internal tu orang dikasih punishment |  
24. U/ point sebelumnya kecuali masalah kriminal yaaa... Itu urusan personal anak buah lo, bukan urusan lo sbg  
25. Kalau ngomongin poin2 ttg atasan sebelumnya kok gw lsg ingat ama ya...?
26. d. yg baik adalah yg mengenali kelebihan/kekurangan anak buahnya. Dr situ dia bikin pemetaan, jgn melulu struktural
27. e. yg baik jgn takut dicap JAHAT sama anak buah kalau memang 'kejahatannya' itu demi kebaikan anak buah. U can't please everyone
28. Point 27.e. kayaknya pas u/ Ɨƚi ​ټ Ɨƚi ​ټ Ɨƚiټ Ɨƚi ​ټ . Piz Mas Brow...
29. f. yg baik siap menghukum anak buah yg melakukan kesalahan dan siap memuji jika dia melakukan yg terbaik.
30. g. yg baik adalah yg berjalan beriringan bersama anak buah, bukan yg membangun mercusuar u/ dirinya sendiri....

Wes yo... Udah ada 30 kultwit. Monggo kalau mau nambahan hestek versi Anda, daku persilakan...
Oh ya... Berdasarkan pengamatanku sih, jarang anak buah yg suka nyinyir sama nantinya bisa jadi atasan. Kuwalat kali yak? :D
: unfortunately, jadi berarti kudu siap dibenci bbrp bawahan. Terkadang kebijakan kita gak bisa menyenangkan SEMUA org


-@DidiCahya-

Kamis, 21 Juni 2012

LOVE WHAT YOU DO, NOT JUST DO WHAT YOU LOVE…

Aku ambilin dari note-ku di FB ya, tercatat tanggal 3 Nopember 2011 


Seorang teman bertanya, “Di, kamu suka masak ya?”
Dia kaget waktu aku jawab NGGAK.

Yups, aku nggak suka masak. Lebih enak makan daripada masak. Tapi kenapa kok aku belakangan menuhin pesenan teman2 dan kebanyakan mereka bilang masakanku enak? Because I LOVE WHAT I DO…

Kilas balik bentar ya…. Aku ingat obrolanku dengan alm. Ibu pertengahan 2002 lalu, beberapa bulan sebelum Ibu meninggal. Saat itu aku merasa nggak betah bekerja di radio pertamaku, padahal bekerja di radio adalah cita2ku. Sebagai junior, aku merasa sulit mengikuti alur kerja senior. Akibatnya setiap pulang kerja aku selalu mengeluh. Dengan sabar Ibu nasehatin bahwa tidak selamanya apa yang kita cintai itu memberi feedback yg enak buat kita. Ibu cuma bilang, “Cintai apa yang kamu kerjakan sekarang. Nggak bisa kamu cuma mau melakukan apa yang kamu sukai. Ada kalanya apa yang kamu lakukan itu nggak kamu sukai tetapi bermanfaat.”

Kata-kata itu sampai sekarang selalu terngiang-ngiang di telinga. Itu kenapa orang selalu melihat aku total dan bisa melakukan apa yang harus aku kerjakan, termasuk bikin beberapa macam makanan. Saat memasak, aku membayangkan rasa yang aku inginkan. Aku bayangkan rasanya, aku bayangkan komposisinya, aku kira-kira… dan voilllaaaaaa… jadilah masakan tanpa resep yang kata teman-temanku itu enak. Ya…. Aku nggak suka masak, tapi aku mencintai apa yang aku lakukan. Dan yang paling nggak terbayar adalah saat orang-orang bilang masakan itu enak dan mereka repeat order….

Mencintai apa yang kulakukan ini juga tak lepas dari apa yang telah aku lakukan di pekerjaan-pekerjaanku sebelumnya. Saat menjadi wartawan, feature-ku sempat dimuat, meski aku masih benar-benar hijau. Apakah tulisan itu lahir karena aku suka menjadi wartawan? Nggak. Aku gak suka jadi wartawan. Tapi karena sebagai wartawan aku haus menulis, ya aku harus mencintai apa yang harus aku lakukan. Maka lahirlah tulisan yang enak dibaca dan layak muat.

Kalau selama ini aku mencintai apa yang aku lakukan, lalu apa sebenarnya hal yang sangat aku cintai dan ingin selalu aku lakukan? SIARAN. Ya, harga mati, SIARAN. Itu mengapa aku sempat bimbang saat saat itu harus jadi karyawan dan masuk ke dalam sistem. Tapi lagi-lagi aku harus mencintai apa yang harus aku lakukan. Jadilah aku yang semula jadi produser sampai akhirnya sempat mencicipi posisi GM. Apakah semua itu aku lalui karena aku cinta atau suka? Nggak. Aku memang harus mencintai apa yang aku lakukan meski sebenarnya aku patah hati berkepanjangan karena buntut2nya aku nggak lagi siaran. Sering aku berpikir, “Kalau saja waktu itu aku bertahan untuk tetap menjadi penyiar part time…..” Tapi sudahlah….. gak usah disesali. Toh kalau aku dulu masih siaran aku nggak pernah ngicipin jadi GM :p.

Saat ini aku di persimpangan jalan. Di satu sisi aku ingin kembali ke dunia broadcasting, tetapi kegagalan demi kegagalan membuatku harus membuat rencana lain untuk bisa bertahan hidup. Banyak teman yang mendorong aku untuk tetap memasak dan membuat usaha sendiri daripada kerja ikut orang, tapi hatiku belum bisa sepenuhnya menerima kalau aku harus berhenti bekerja. Bukan semata-mata penghasilan, tapi karena ilmuku di dunia broadcasting masih belum mumpuni. Masih banyak yang ingin aku pelajari, masih banyak yang belum pernah aku lakukan.

Tapi apa pun yang terjadi pada diriku saat ini, aku berusaha untuk menerima walau hati ini sebenarnya berontak, kadang-kadang rasanya sangat sakit. Berusaha untuk tidak menyesali dan mencintai apa yang sedang aku lakukan sekarang adalah jalan terbaik untuk bertahan hidup dan tetap waras. Apakah itu sekedar nyuci dan nyeterika baju (hal yang sebenarnya sangat nggak aku sukai), apakah itu itu sekedar belanja ke pasar, atau apakah itu sekedar bengong di rumah nonton tivi, pada akhirnya semua itu harus aku cintai.

So…. Jangan tanyakan ke aku apakah aku menyesal kemarin resign hanya untuk menikah, karena itu sama dengan kalian bertanya, “Lo nyesel ya kemarin nikah ama laki lo ?” Hanya aku dan Tuhan yang tahu jawabannya....

I try hard to love everything I do, and everything I got, coz I know that God have so many beautiful plans for me……

-@DidiCahya-

BRONDONG opo SALAK... hihihi...

Iyaaa... iyaa... itu plesetan dari lirik lagu Dondong opo Salak... hehehehe...

Tiba-tiba terbersit aja plesetan itu setelah melihat fenomena yang belakangan lagi hits -> perempuan matang kepincut brondong. Udah laaahhh... gak usah capek-capek ngebahas Yuni Shara - Raffi Ahmad atau Tamara Beszinsky yang akhirnya cerai juga ama Mike. Ngomongin yang ada di sekeliling kita aja laaahhh... *wuiiihhh...gossip mode on*

Tapi sebelum lanjut, aku ganti aja ya istilah brondong dengan pria kemampo, kayaknya kok local content-nya lebih dapat dan crunchy. Kemampo itu istilah untuk buah-buahan yang setengah matang. Nah, pas kan kalau istilah brondong dengan pria kemampo? :D

OK, gini... rada seriusan dikit ya.... Mungkin banyak yang bertanya-tanya, apa sih yang membuat perempuan-perempuan matang dan -kebanyakan- mandiri itu kepincut sama pria yang usianya jauh di bawah dia. Hellooowww.... bagi perempuan, age is just a number. That's it. Kenapa gitu? Soalnya di dalam diri setiap pria, berapa pun usianya, ada unsur 'bocah' di dalamnya. Jadiiii... mau jalan sama pria berusia matang maupun yang masih kemampo ya sama saja...

Trus... apa sih daya tarik pria-pria kemampo itu? Bagi orang-orang yang punya pandangan negatif, pasti mereka menuding perempuan-perempuan matang itu sebagai pemburu jamu biar awet muda. Hmmm.... gak sepenuhnya benar! Entah kenapa, banyak pria kemampo yang memang jauh lebih dewasa di atas usianya. Atauuu... dia adalah tipe yang sangat dekat dengan ibunya, jadi tau bagaimana cara menyayangi perempuan yang dicintainya. Nah.... kemampo seperti apakah yang sedang Anda hadapi saat ini?

Nah, aku menemukan beberapa pria kemampo yang memang cenderung menyukai perempuan yang lebih matang dan aku coba analisa-analisa dikit deh. Ada 1 orang yang dia menyukai wanita matang karena justru tidak menemukan kasih sayang seorang ibu di rumah, jadinya di nyari di luar. Ada juga kenalanku, pria kemampo yang dekat dan sayang banget sama ibunya, jadi dia memperlakukan para perempuan as a lady dan inilah yang membuat perempuan-perempuan matang itu klepek-klepek. 

Barusan aku nemu 1 lagi pria kemampo yang hubungannya dengan perempuan matang terbilang awet. Aweeett banget. Tapi ya itu, untuk melegalkan hubungan kayaknya sulit, akibatnya ya affair lagi...affair lagi. Ruwet toh.... Yang menyedihkan lagi, si pria kemampo yang sebenarnya imut manis berusaha 'mematangkan' dirinya supaya setara dengan si perempuan itu. Jadinya ya dia terlihat jauh lebih tua dari usia yang sesungguhnya. Sedih deh aku lihatnya. Kalau aku sendiri sih biarin aja, gak usah dipaksain untuk 'menyatukan' jarak usia yang memang sebenarnya gak bisa lebih dipendekkan....

Apesnya... perempuan-perempuan matang yang menjalin hubungan dengan pria kemampo cenderung dicap negatif. Dan memang nggak satu dua pernikahan gagal gara-gara hubungan yang dianggap nyeleneh ini. Padahal, -menurutku- penyebab selingkuh antara laki-laki dan perempuan itu beda. Kebanyakan laki-laki selingkuh karena ada 'tantangan' di luar sana, meski sebenarnya rumah tangga dia baik-baik saja. Sementara perempuan kalau sudah selingkuh, apalagi kalau sampai selingkuh hati, berarti memang ada lobang dalam pernikahannya, apakah dia tidak mendapatkan pemenuhan kebutuhan psikologis, biologis, dan finansial dari pasangannya, atau ketidakcocokan yang dia tutup-tutupi.

Jadi.... sebenarnya perempuan-perempuan matang itu nggak khusus memburu pria kemampo kok, tapi kebetulan aja dia nemu pria yang usianya masih di bawah dia. Yang dia utamakan adalah pemenuhan kebutuhan psikologis (dan biologisnya juga kali), kalau pun dapat yang jauh lebih muda, ya itu bonus... :D

-@DidiCahya-


FULL TIMER vs PART TIMER

Ngobrol tentang SDM, terutama SDM radio gak ada matinya. Boro-boro netapin standar di dalam perusahaan. Definisi dan jobdesc awak radio aja secara umum aja nggak ada standarnya. Pernah aku singgung kan, gimana aku merasa ada radio yang diskriminatif terhadap bagian program dengan hanya memberi honor 7 ribu rupiah / jam di Denpasar sana. Sementara AE-nya bisa ngantongin duit 2 juta rupiah / bulan.
Nah, itu yang beda divisi. Gimana dengan rewards kepada SDM radio yang berstatus full timer dan part timer? Alhamdulillah, aku sudah merasakan dua-duanya dan -menurutku- aku selalu beruntung mendapatkan penghargaan berupa income yang bagus, baik sebagai full timer maupun part timer.
Sebenarnya enak mana sih jadi full timer atau part timer? Menurutku sih tergantung kebutuhan masing-masing orang. Kalau memang mau yang ‘aman’ sih enak full time. Kenapa aman? THP per bulan jelas. Ada jamsostek, asuransi kesehatan, uang hadir, THR, dan tunjangan-tunjangan lainnya. Konsekuensinya jelas, kerja 8 atau 9 jam/hari dan rada-rada susah kalau mau ambil libur sewaktu-waktu. Sementara kalau part time kesannya emang enak. Jam kerja pendek, bisa minta izin sewaktu-waktu, masih bisa nyambi kerjaan lain. Jelas kan kalau masing-masing pilihan ada plus-minusnya.
Tapi mengapa masih ada full timer yang ‘iri’ kepada part timer, terutama terhadap penyiar? Ini terkait dengan THP part timer yang seringkali bisa lebih tinggi dari para full timer, padahal kerjaan mereka terlihat lebih ringan. Aku bilang ‘terlihat lebih ringan’ karena sesungguhnya pekerjaan penyiar part time itu tidak ringan. Kenapa gitu? Karena penyiar part time adalah orang pertama yang bertanggung jawab atas apa yang dia ucapkan, meski ada produser maupun PD di belakangnya. Pernah ada kasus kan, saat penyiar part time saat itu juga diberhentikan karena ucapannya menyinggung klien station mereka.
Belum lagi berdasarkan pengalamanku di radio lama, honor penyiar ditentukan oleh prestasi si penyiar termasuk ‘kewajiban’ si penyiar agar programnya bisa keluar angka di Nielsen. Kalau ternyata nggak tembus juga, ya konsekuensi yang diterima si penyiar adalah bersedia dipinggirkan atau bahkan disingkirkan. Apakah ini berlaku pada full timer? Secara system sih nggak. Kerjaan mereka gitu-gitu aja tetap bisa dapat gaji penuh tuh.
Di radio lamaku dulu, aku termasuk penyiar yang bawa pulang gaji lumayan tinggi, yang seringkali lebih tinggi dari teman-teman full timer. Kenapa? Lha wong aku satu-satunya penyiar yang masih single plus bisa ditaruh di jam siaran mana aja, termasuk siaran sahur. Lumayan tuh kalau pas totalan jam siaran, apalagi kalau sering siaran di tanggal merah :D. Dan setelah aku jadi full timer (masih di radio yang sama) aku nggak iri saat teman-teman penyiar bayarannya lebih tinggi dari aku meski jam kerja mereka lebih pendek. Kenapa? Soalnya aku sadar, tanggung jawab mereka juga besar. Bisa aja aku menge-cut mereka sewaktu-waktu kalau mereka nggak mencapai target siar.
Waktu di Semarang aku sempat menawarkan system karyawan part time untuk para karyawan yang sudah ogah-ogahan kerjanya. Langsung beramai-ramai mereka mengajukan diri untuk ganti status, dan berbondong-bondong pula mereka mundur saat tahu fasilitas mereka sebagai full timer seperti uang hadir, tunjangan kesehatan, dll, akan dicabut. Hlaaah… mau lo appaaaa? Waktu kerja part time dengan penghasilan full time? Hohohooooo… saya tidak sebodoh itu bikin aturan… :D
Itu kenapa seringkali aku ketawa kalau masih ada full timer yang iri sama penyiar part time. Ngurusi kok yang diurus periuk nasi orang lain. Mbok wes toh… kerjakan pekerjaanmu sebaik-baiknya. Berprestasilah. Penghasilan akan mengikuti. Kalau nggak di kantormu sekarang, ya di kantor lain yang bisa lebih menghargai kamu. Tapi pertanyaannya adalah, bagaimana kamu bisa berprestasi kalau waktu bekerjamu banyak dihabiskan untuk bergunjing?


 Jadi ingat obrolan dengan Pak Errol Jonathan pas di HUT SS ke 29 yang intinya adalah, mencari SDM radio sekarang ini memang tidak mudah. Tinggal bagaimana kita bisa mengelola SDM yang masih ada.


-@DidiCahya-