Kamis, 21 Juni 2012

FULL TIMER vs PART TIMER

Ngobrol tentang SDM, terutama SDM radio gak ada matinya. Boro-boro netapin standar di dalam perusahaan. Definisi dan jobdesc awak radio aja secara umum aja nggak ada standarnya. Pernah aku singgung kan, gimana aku merasa ada radio yang diskriminatif terhadap bagian program dengan hanya memberi honor 7 ribu rupiah / jam di Denpasar sana. Sementara AE-nya bisa ngantongin duit 2 juta rupiah / bulan.
Nah, itu yang beda divisi. Gimana dengan rewards kepada SDM radio yang berstatus full timer dan part timer? Alhamdulillah, aku sudah merasakan dua-duanya dan -menurutku- aku selalu beruntung mendapatkan penghargaan berupa income yang bagus, baik sebagai full timer maupun part timer.
Sebenarnya enak mana sih jadi full timer atau part timer? Menurutku sih tergantung kebutuhan masing-masing orang. Kalau memang mau yang ‘aman’ sih enak full time. Kenapa aman? THP per bulan jelas. Ada jamsostek, asuransi kesehatan, uang hadir, THR, dan tunjangan-tunjangan lainnya. Konsekuensinya jelas, kerja 8 atau 9 jam/hari dan rada-rada susah kalau mau ambil libur sewaktu-waktu. Sementara kalau part time kesannya emang enak. Jam kerja pendek, bisa minta izin sewaktu-waktu, masih bisa nyambi kerjaan lain. Jelas kan kalau masing-masing pilihan ada plus-minusnya.
Tapi mengapa masih ada full timer yang ‘iri’ kepada part timer, terutama terhadap penyiar? Ini terkait dengan THP part timer yang seringkali bisa lebih tinggi dari para full timer, padahal kerjaan mereka terlihat lebih ringan. Aku bilang ‘terlihat lebih ringan’ karena sesungguhnya pekerjaan penyiar part time itu tidak ringan. Kenapa gitu? Karena penyiar part time adalah orang pertama yang bertanggung jawab atas apa yang dia ucapkan, meski ada produser maupun PD di belakangnya. Pernah ada kasus kan, saat penyiar part time saat itu juga diberhentikan karena ucapannya menyinggung klien station mereka.
Belum lagi berdasarkan pengalamanku di radio lama, honor penyiar ditentukan oleh prestasi si penyiar termasuk ‘kewajiban’ si penyiar agar programnya bisa keluar angka di Nielsen. Kalau ternyata nggak tembus juga, ya konsekuensi yang diterima si penyiar adalah bersedia dipinggirkan atau bahkan disingkirkan. Apakah ini berlaku pada full timer? Secara system sih nggak. Kerjaan mereka gitu-gitu aja tetap bisa dapat gaji penuh tuh.
Di radio lamaku dulu, aku termasuk penyiar yang bawa pulang gaji lumayan tinggi, yang seringkali lebih tinggi dari teman-teman full timer. Kenapa? Lha wong aku satu-satunya penyiar yang masih single plus bisa ditaruh di jam siaran mana aja, termasuk siaran sahur. Lumayan tuh kalau pas totalan jam siaran, apalagi kalau sering siaran di tanggal merah :D. Dan setelah aku jadi full timer (masih di radio yang sama) aku nggak iri saat teman-teman penyiar bayarannya lebih tinggi dari aku meski jam kerja mereka lebih pendek. Kenapa? Soalnya aku sadar, tanggung jawab mereka juga besar. Bisa aja aku menge-cut mereka sewaktu-waktu kalau mereka nggak mencapai target siar.
Waktu di Semarang aku sempat menawarkan system karyawan part time untuk para karyawan yang sudah ogah-ogahan kerjanya. Langsung beramai-ramai mereka mengajukan diri untuk ganti status, dan berbondong-bondong pula mereka mundur saat tahu fasilitas mereka sebagai full timer seperti uang hadir, tunjangan kesehatan, dll, akan dicabut. Hlaaah… mau lo appaaaa? Waktu kerja part time dengan penghasilan full time? Hohohooooo… saya tidak sebodoh itu bikin aturan… :D
Itu kenapa seringkali aku ketawa kalau masih ada full timer yang iri sama penyiar part time. Ngurusi kok yang diurus periuk nasi orang lain. Mbok wes toh… kerjakan pekerjaanmu sebaik-baiknya. Berprestasilah. Penghasilan akan mengikuti. Kalau nggak di kantormu sekarang, ya di kantor lain yang bisa lebih menghargai kamu. Tapi pertanyaannya adalah, bagaimana kamu bisa berprestasi kalau waktu bekerjamu banyak dihabiskan untuk bergunjing?


 Jadi ingat obrolan dengan Pak Errol Jonathan pas di HUT SS ke 29 yang intinya adalah, mencari SDM radio sekarang ini memang tidak mudah. Tinggal bagaimana kita bisa mengelola SDM yang masih ada.


-@DidiCahya-

Tidak ada komentar: