Rabu, 09 Januari 2013

SPESIALIS PATAH HATI 2

Di postingan sebelumnya kita sudah sampai di patah hatiku yang ke enam ya...


Tibalah kita ke patah hati ke tujuh. Lumayan parah kalau sama yang ini. Mungkin aku yang keGRan, merasa cinta berbalas, tapi dari body language benar-benar nyata bahwa dia juga punya perasaan yang sama, tapi kami sama-sama menahan karena…..dia sudah beristri….. Seorang teman sampai bertanya dengan nada tinggi, “Memang kamu mau jadi istri kedua dia? Dia bekerja keras dan semua hasil kerja keras dia masuk ke dompet bininya?” Pertanyaan menohok dan nggak pengen kujawab. Adalah kehilangan yang sangat besar saat akhirnya dia pindah ke Bandung. Di hari-hari terakhirnya di Surabaya, kami berusaha untuk sering bertemu. Bahkan saat nggak ada rencana bertemu pun, telepon dia sering salah sambung ke hapeku. Dan ketika perpisahan itu benar-benar terjadi, rasanya separuh nyawa ikut pergi. 

Saat awal-awal berpisah, badan ini rasanya pengen terbang ke Bandung, tapi nggak mungkin kan? Konyolnya, dua tahun setelah itu seorang sahabat, yang memang tahu cerita kami, bilang kalau sebenarnya laki-laki itu sepertinya juga ada rasa. Wuiiihhh…. rasa yang sudah sempat terpendam akhirnya meletup-letup lagi. Dan akhirnya tahun itu (kronologi waktu ditutup yaaaaa…) aku ada kesempatan jalan-jalan ke Bandung. Dan di sanalah kami bertemu lagi. Orangnya tambah ganteng, masih anteng… benar-benar pria tenang menghanyutkan. Kami bertemu dari pagi sampai malam, ngobrol A-Z, sampai akhirnya kami masuk ke pembicaraan yang selama ini selalu kami hindari, yaitu tentang keluarga. Saat itulah terbuka fakta bahwa dia dan istrinya akhirnya dikaruniai seorang anak setelah penantian selama 14 tahun.

Malam itu aku menangis. Sudah lama nggak pernah patah hati sampai remuk berserpih-serpih. Emosi yang campur aduk, antara bahagia karena akhirnya bertemu setelah sekian lama, serta bahagia sekaligus sedih mengetahui akhirnya dia kembali bahagia bersama istri dan anaknya yang baru lahir. Keesokan harinya saat berangkat ke Jakarta, air mata tumpah di sepanjang perjalanan. Sakit. Perih. Satu lagi buku yang akhirnya harus ditutup. Hal terunik yang kualami adalah saat beberapa bulan berikutnya aku kembali ke Bandung, tak sengaja kami bertemu di tempat kami bertemu sebelumnya. Kaget. Benar-benar seperti film India yang slow motion. Dan itulah pertemuan terakhir kami. Sampai sekarang pun tak pernah terkontak lagi….

Dalam ya…. Tapi kalau memang nggak jodoh apa ya memang harus dipaksa? Nggak kan? Life must go on. Dan apakah setelah itu aku masuk zona bebas patah hati? Enggak juga. Masih sempat mengalami patah hati lagi. Yang ke delapan. Lumayan parah dan memang bikin berantem, karena sebagai teman aku merasa dimanfaatkan. Sakit sih, cuma lama-lama sudah kebal sama yang namanya patah hati, jadi malah mati rasa.

Nah, itu sedikit kilas balik tentang patah hati yang pernah aku alami. Mungkin pas mengalaminya memang terasa sakit, tapi saat menulis ulang peristiwa-peristiwa itu, yang ada malah cengar-cengir sendiri, mengingat kenangan-kenangan manis dan pahit bersama mereka yang sudah menyumbangkan warna dalam kehidupanku. Patah hati memang menyakitkan….tapi lebih menyakitkan lagi kalau sepanjang hidup tidak pernah mengalami yang namanya jatuh cinta. Betul tidak…???
 

Tidak ada komentar: